Aan Anshori ->>Freedom to Speak
Friday, January 25, 2019
Memperbesar Kemaluan; Tafsir Alternatif Pluralisme di Ngepeh Jombang
Memperbesar Kemaluan; Tafsir Alternatif Pluralisme di Ngepeh Jombang


Gambar berita di bawah ini, jika dibaca dengan nalar pendek, pasti berujung pada sebuah kegembiraan; betapa toleransi di Kota Santri, kotaku, telah sepenuhnya mekar dan patut disemai.

Di Jombang, kotaku, muslim-sunni-syafii mengokupasi lebih dari 90% dari 1,6 juta penduduknya. Itu bermakna non-muslim hidup sebagai minoritas secara jumlah.

Nalar pendek di atas, saya mengasumsikan, lahir dari sebuah pemikiran yang beraroma kegembiraan karena pemikirnya mendapat pengakuan, terutama karena tidak dicitrakan sebagai agama yang menakutkan. Kegembiraan ini seringkali dilapisi sebuah pengharapan kelompok minoritas akan mendapat "hidayah" sehingga berpindah gerbong agama formalnya.

Dalam relasi kuasa, kegembiraan pengusung nalar pendek ini, dalam hal minoritas ikut urunan pengajian, dapat dipahami sebagai kesediaan minoritas untuk tunduk secara halus kepada mayoritas yang jelas memiliki power lebih kuat.

Saya tidak tahu motif apa yang mendorong Hindu dan Kristen di Ngepeh ikut serta menyokong acara ritual keagamaan yang bukan miliknya. Sangat mungkin karena mereka "tidak enak" hati berdiam diri saat kelompok mayoritas punya kegiatan. Atau barangkali mereka sedang ingin berinvestasi demi keselamatan mereka sendiri -namun rasanya asumsi yang terakhir ini terlalu vulgar meskipun hal ini tetaplah sebuah keniscayaan.

Saya yang dalam 6-7 tahun terakhir ini seringkali blusukan di komunitas Hindu, lebih-lebih Kristen, sangat mempercayai dua agama ini punya watak kebaikan yang universal. Itu sebabnya, berita seperti di bawah merupakan hal yang tidak aneh bagi saya. Bukan hal spesial.

Bagi mereka berbuat baik ya berbuat baik, tidak ada istilah batas merah untuk berbuat baik. Yang saya maksud batas merah adalah garis imajiner dalam aspek mana kebaikan tidak boleh dilakukan.

Contohnya banyak. Bagi kami yang dididik sebagai muslim, berteman dengan orang Kristen adalah baik, namun mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaannya dianggap tidak baik, sungguhpun perbuatan tersebut adalah sangat baik. Kenapa saya katakan sangat baik, sebab jika menggunakan logika terbalik; hampir tidak ada Muslim yang tidak suka non-Islam mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri.

Contoh lain "batas merah" adalah seputar pemberian sumbangan terhadap acara yang berkaitan dengan ritual agama. Jika seorang Muslim ingin membantu satu sak semen atau 500 batu bata, misalnya, untuk membantu pembangunan gereja atau pura, dan menanyakan hukum kebolehannya kepada kiai atau ustadz memyangkut, sebaiknya jangan terlalu berharap akan mendapat apresiasi positif. Biasanya akan dijawab "haram" secara cepat dengan alasan Muslim dilarang tolong-menolong dalam hal dosa menyekutukan Allah. Bagi mereka, membantu Kristen dan Hindu berarti ikut menjadi sponsor kesyirikan mereka.

Logika ini juga berlaku bagi aneka bantuan yang berkaitan dengan ritual non-muslim, misalnya, ketidakbolehan muslim memberi aneka kue/uang/iuran kepada non-muslim dalam aspek ritual keagamaan. Maka, adalah hal yang sangat luar biasa jika menemukan Muslim di Jombang, atau tempat lain, yang ikut iuran persekutuan gereja atau ritual rutinan di Pasraman. Saya belum menemukan hal seperti ini.

Saya memaknai kesediaan sebagian warga Hindu dan Kristen di Ngepeh ikut urunan merupakan cerminan keunggulan spiritualitas ketimbang mereka yang bernalar pendek. Mereka mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa (lebih tepatnya; belum bisa) dilakukan kelompok mayoritas. Islam --Alquran-- sebenarnya memerintahkan agar pemeluknya bisa berbuat adil (equal/'adl) dan berbuat lebih baik kepada seluruh manusia (equity/ihsan) yang sayangnya kerap diamputasi sendiri oleh narasi hukum Islam klasik. Menyedihkan memang.

Padahal jika mau tunduk kepada konsep 'adl, muslim Ngepeh harusnya memberi kebaikan balik yang setara dengan yang diberikan kelompok Hindu dan Kristen di sana; jika mereka ikut iuran pengajian, katakanlah, Rp.5.000 setiap bulan, maka Muslim juga memberi nominal yang sama pada rutinan persekutuan mereka. Demikian juga terhadap Hindu.

Teks-teks al-Quran seputar 'adl dan ihsan, menurutku, lebih tinggi ketimbang ayat polemik Islam-nonIslam yang memang jumlahnya seabrek.

Jika ingin sampai pada level ihsan, maka seorang muslim harus memberi kebaikan lebih kepada dua kelompok tadi. Sekali lagi, melebihi kebaikan yang diberikan Hindu dan Kristen Ngepeh kepada saudara mereka yang Muslim di sana.

Dan rasanya, realitas yang dikabarkan berita ini, semakin membuat rasa malu ini membesar; jangankan level ihsan, beradil pun saya belum.

at warkop Guess pascajumatan, 25 Januari 2019.

baca selengkapnya..
posted by Aan Anshori @ 12:21 AM   0 comments
Memperbesar Kemaluan; Tafsir Alternatif Pluralisme di Ngepeh Jombang
Cggg

baca selengkapnya..
posted by Aan Anshori @ 12:20 AM   0 comments
About Me

Name: Aan Anshori
Home: Jombang, Jawa Timur, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Links
Powered by

Free Blogger Templates


Free Hit CounterBLOGGER