Aan Anshori ->>Freedom to Speak
Wednesday, June 27, 2007
Benarkah Adipura Dibutuhkan Rakyat ?
Wednesday, 06 June 2007

http://alha-raka.org/contents/index.php?option=com_content&task=view&id=81&Itemid=26

Malang benar nasib Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan dalih Adipura pemerintah melarang PKL berjualan. Padahal mereka tidak pernah mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Parahnya ketika rakyat mencoba mengadu nasib dengan berjualan keliling, sejumlah aturan tiba-tiba muncul dan dibuat secara sepihak. Benarkah adipura kebutuhan rakyat kecil, ataukah hanya untuk kepentingan para penguasa mencari muka.

Dampak penilaian adipura ini juga dirasakan seluruh rakyat yang mengadu nasib di jalan; mulai PKL, abang becak, dan juga tambal ban berhak menggunakan jalan karena fasilitas tersebut memang digunakan untuk kepentingan rakyat. Seharusnya penilaian Adipura tidak berhenti dalam urusan kebersihan, tetapi juga keberhasilan pemerintah dalam mensejahterakan rakyat. Seharusnya penilaian dilakukan secara murni dengan melihat kondisi apa adanya kota Jombang secara keseluruhan. Tidak hanya dari ruas kota yang dipoles sedemikian rupa, namun juga seluruh sudut kabupaten Jombang. Kalau ini tidak dilakukan sama saja dengan Adipura merupakan kedok memperoleh penghargaan dengan mengorbankan rakyat. Hal inilah yang seringkali ditanyakan kebeberapa orang bahwa sebenarnya rakyat tidak butuh adipura, tapi butuh kesejahteraan dan dipenuhi semua hak hidupnya selaku warga Indonesia.

Adipura Sengsarakan Rakyat?

Pagi itu beberapa pedagang kaki lima (PKL) yang biasa menjajakan dagangannya di Jl. Merdeka, tiba-tiba terkejut dengan kedatangan segrombolan laki-laki berseragam berteriak lantang. “Ayo bubar, ini bukan tempat untuk berdagang,” bentak Satpol PP kepada para PKL. Tak pelak beberapa PKL lari tunggang langgang, bahkan saking takutnya ada yang terjatuh bersamaan dengan gerobak dagangannya.

Fenomena ini sering ditemui di beberapa ruas kota Jombang apalagi di sepanjang jalan trotoar di Jl. Merdeka, Jl. A Yani, Jl Wahid Hasyim dan sekitar ringin contong. Hal ini membuat PKL semakin susah bergerak bebas, untuk mencari sesuap makan dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pertengahan Mei lalu, kejadian itu terulang kembali yang dilakukan oleh pihak Satpol PP dengan dalih mempertahankan Adipura dan juga SK Bupati yang melarang PKL berjualan di kawasan tertentu. Padahal mereka sudah tahunan mengais rizki di depan Universitas Darul Ulum (Undar).

Menurut Mulyadi alias Dhomber menuturkan selama lima tahun lebih ia telah mangkal di kawasan tersebut. Namun, tahun 2007 ini terjadi tragedi perampasan rombong jualannya. “Pagi pada tanggal 7 hari senin, seperti biasa saya pergi ke tempat saya mangkal, ketika ada Satpol PP datang saya langsung lari membawa barang dagangan. Namun sekitar pukul 12 siang mendadak ada truk bersama puluhan Satpol PP langsung turun dan mengangkut semua barang yang sebelumnya sempat saya pertahankan. Namun karena jumlah mereka lebih banyak akhirnya semua barang pun terangkut tak terkecuali rombongnya pun dianggkut,” ungkap pedagang es degan yang tinggal di Dapurkejambon.

Ketika mempertahankan barang daganganya Dhomber sempat akan ditendang, namun berhasil mengelak. Ia juga sempat mendengar beberapa pamong praja berbicara lantang,”wes kecrek wae cek kabeh ngerti (sudah borgol saja, biar semua tahu),” ungkap Dhomer yang kemudian menyebut nama Gunadi, anggota Satpol PP, yang berbicara demikian.

Tindakan Satpol PP tersebut dinilai sangat anarkis, mereka tidak mau tahu tentang kondisi yang sebenarnya terjadi pasca keputusan agar PKL depan Undar pindah di depan stadion selama 3 bulan yang ternyata jualannya tidak laku. Dengan kondisi ini akhirnya kembali lagi ke depan Undar. “Seharusnya solusi yang ditawarkan pemerintah disertai dengan perbaikan fasilitas yang ada di depan stadion agar terkesan nyaman. Namun yang terjadi malah sebaliknya yakni dibiarkan panas sehingga pembeli malas, hingga PKL pun harus diantri pembeli," terang Obenk pedagang depan Stadion.

Untuk itu apapun kebijakan pemerintah yang itu tidak memihak rakyat, pantas untuk ditolak apalagi ada embel-embel adipura yang jelas bukan kepentingan rakyat. Karena seharusnya pemerintah lebih mengedepankan urusan rakyat kecil terlebih dahulu, namun yang di nomor satukan malah kepentingan yang tidak dibutuhkan rakyat salah satunya adipura. Dukungan Adipura tentu saja akan muncul dengan sendirinya ketika kesejahteraan ekonomi rakyat terpenuhi, pasalnya kondisi kehidupan riil masyarakat jombang sebagian besar menengah kebawah. Namun kenyataan ini tidak pernah ditinjau dan dipertimbangkan. "Dari tahun ke tahun kebijakan Pemkab tidak pernah mengalami perubahan baik ketika menyambut Adipura, harusnya fenomena penertiban awal kali pemerintah sudah menemukan solusi yang saling menguntungkan baik antara PKL maupun pemerintah. Namun lagi-lagi persoalan tersebut tetap saja membawa dampak yang buruk terhadap masyarakat kecil, suara mereka tidak pernah didengarkan oleh pemerintah secara keseluruhan," ucap Aan Anshori selaku perwakilan aliansi dari ICHDRE.

Aksi Massa Bukti Komitmen PKL

'PKL bersatu tak bisa dikalahkan' yel-yel ini terus dikumandangkan oleh sang orator untuk menyemangati barisan PKL yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pedagang Kaki Lima Jombang atau FKPKLJ. Aksi turun jalan ini menujukkan aksi protes terhadap tindakan Satpol PP yang dinilai arogan, anarkis dan tidak manusiawi tersebut. FKPKLJ juga mengajak beberapa elemen organisasi yang peduli untuk menentang keras tindakan anarkis Satpol PP tersebut.

Aksi damai dengan membawa rombong dagangan dimulai dari depan stadion pukul 8 pagi kemudian melintasi Jl Merdeka dan berhenti Jl Wahid Hasyim tepatnya di gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Beberapa juru bicara (jubir) telah dipersiapkan, salah satunya Arif dari perwakilan PMII. “Penilaian adipura harus berdasar pada realita lapangan, jangan ditutup-tutupi. Dengan menyingkirkan PKL mengais rizki ini bukan solusi namun malah akan mendatangkan persoalan baru karena akan semakin banyak pengangguran. Untuk itu Jika PKL dilarang berjualan bebas maka pemerintah harus memberikan pekerjaan yang layak,” ucapnya tegas.

Saat ini Pemerintah Jombang telah melanggar HAM, karena telah melarang hak ekonomi warganya berjualan di pinggir jalan dengan alasan menganggu para pejalan kaki. Kebijakan ini tidak manusiawi karena peruntukan jalan yang dibuat adalah untuk kepentingan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan tertinggi yakni UU 1945. Dari persoalan inilah kepentingan Pemerintah tampak jelas kalau hanya mementingkan urusan tersendiri, dengan mengesampingkan kepentingan rakyat. “Adipura seharusnya bisa mengangkat kesejahteraan rakyat, namun yang terjadi malah sebaliknya rakyat menjadi miskin. Dengan tidak memberikan tempat yang layak dan aman untuk PKL, karena lokasi tidak strategis, panas, sempit, dan sepi pengunjung sehingga konsumen enggan membeli dagangan para PKL,” ujar pak Di.

Aksi protes dan turun jalan ini sebenarnya tidak akan dilakukan ketika pemerintah juga mendengarkan keluhan rakyatnya. Karena sebenarnya mereka sendiri sudah mempunyai solusi ketika ada penilaian Adipura, Seperti halnya yang diusulkan Ismail salah satu anggota Keramat, bahwa bentuk dukungan adipura rakyat sebenarnya bisa dibuktikan melalui kerapian jualan, mulai dari rombong paguyuban serta perlengkapan tong sampah akan siap disediakan asalkan PKL diperbolehkan bebas berjualan. “PKl memang telah siap jika disuruh untuk menyeragamkan warna gerobak, yang penting aset pendapatan berjualan mereka tidak dibatasi PKL siap melakukan upaya penyeragaman itu,” ujarnya

Labels: ,


baca selengkapnya..
posted by Aan Anshori @ 10:11 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About Me

Name: Aan Anshori
Home: Jombang, Jawa Timur, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Links
Powered by

Free Blogger Templates


Free Hit CounterBLOGGER